Zakat Fitrah Diberikan kepada Fuqara Muslim, dengan Kesepakatan Para Ulama
Perebedaan Pendapat pada Orang-orang Fakir Ahli Zimmi
Ibnu Rusyd berkata: “Para Ulama berbeda pendapat. Apakah diperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah bagi orang fakir ahli zimmi. Jumhur Ulama berpendapat, bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Abu hanifah berpendapat, bahwa hal itu boleh saja. Sebab perbedaan pendapat ini, apakah alasan kebolehan memberikan zakat fitrah itu kepada kefakiran saja atau kefakiran dan Islam. Jika fakir dan Islam, maka akan berpendapat tidak boleh dan jika kefakiran saja, maka tentu diperbolehkan. Segolongan ulama mensyaratkan, bahwa ahli zimmi yang boleh menerima zakat itu adalah para pendeta. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan, bahwa abu Maisarah memberikan zakat fitrah kepada para pendeta. Amr bin Maimun, Amr bin Syurah bil dan Murrrah Hamdani memberi zakat fitrah, sebagaimana para pendeta.
Sesungguhnya hal ini merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi yang kedua dari rasa solidaritas Islam, yang tidak berhenti kebaikannya karena berbeda agama, selama mereka tidak memerangi dan tidak mengkhianati uamt Islam.
Apakah Zakat Firah Dibagikan kepada Asnaf yang Delapan?
Apakah zakat fitrah itu hanya diberikan kepada fakir miskin saja atau kepada semua golongan yang delapan ?
Pendapat yang mahsyur dari madzab Syafi’i, bahwa wajib menyerahkan zakat kepada golongan orang berhak menerima zakat, yaitu sebagaimana dinyatakan dalam Surat At-Taubah ayat 60. Mereka wajib diberi bagian dengan rata. Dan ini adalah madzab Ibnu Hazm. Apabila zakat fitrah itu dibagikannya sendiri, maka gugurlah bagian petugas, karena memang tidak ada, dan gugur pula bagian muallaf, karean urusan mereka hanyalah diserahkan kepada penguasa. (Al-Muhalla, jilid 5, hal.143-5)
Ibnu Qayyim membenatah pendapat ini dan berkata: “Pengkhususan zakat fitrah bagi orang-orang miskin saja, merupakan hadiah dari Nabi saw. Nabi tidak pernah membagikan zakat fitrah sedikit-sedikit kepada golongan yang delapan, tidak pernah pula menyuruhnya, tidak dilakukan oleh seorang pun dari para sahabat dan orang-orang sesudahnya. Bahkan salah satu pendapat dari madzab kami adalah tidak boleh menyerahkan zakat fitrah, kecuali hanya kepada golongan miskin saja.
Pendapat ini lebih kuat dibandingkan dengan pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fitrah kepada asnaf yang delapan. (Zadul Ma’ad, jilid 1, hal. 315)
Menurut madzab Maliki, sesungguhnya zakat fitrah itu hanyalah diberikan kepada golongan fakir dan miskin. Tidak kepada petugas zakat, tidak pada orang yang muallaf, tidak dalam pembebasan perbudakan, tidak kepada orang yang berhutang, tidak untuk orang yang berperang dan tidak pula untuk ibnu sabil yang kehabisan bekal untuk pulang, bahakan tidak diberi kecuali dengan sifat fakir. Apabila di suatu negara tidak ada orang fakir, maka dipindahkan kepada negara tetangga dengan ongkos dari orang yang mengeluarkan zakat, bukan diambil dari zakat, supaya tidak berkurang jumlahnya. (Syarkul Kabir bi Hasyiah ad-Dasuki, jilid 1, hal. 508 – 509)
Dalam hal ini,jelaslah ada tiga pendapat :
1. Pendapat yang mewajibkan dibagikannya pada asnaf yang delapan, dengan rata. Ini adalah pendapat yang mahsyur dari golongan Syafi’i.
2. Pendapat yang memperkenankan membagikannya kepada asnaf yang delapan dan mengkhususkannya kepada golongan yang fakir. Ini adalah pendapat Jumhur, karena zakat fitrah adalah zakat juga, sehingga masuk pada keumuman ayat 60 dari Surat At-Taubah.
3. Pendapat yang mewajibkan mengkhususkan kepada orang-orang fakir saja. Ini adalah endapat golongan Maliki, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, diperkuat oleh Ibnu Qayyim dan gurunya, yaitu Ibnu Taimiah. Pendapat ini dipegang pula oleh Imam Hadi, Qashim dan Abu Thalib, dimana mereka mengatakan bahwa zakat fitrah itu hanyalah diberikan kepada fakir miskin saja, tidak kepada yang lainnya dari asnaf yang delapan, berdasarakan hadits: “Zakat fitrah adalah memberi makanan pada orang-orang miskin.” Dan Hadits, “Cukupkanlah mereka di Hari Raya ini.” (Nail al-Authar, jilid 4, hal. 195)
Bersamaan dengan maksud pendapat ini dan bergeraknya sesuai dengan tujuan zakat fitrah serta sesuai dengan sasaran pokok daripadanya, saya berpendapat untuk tidak mencegah dan menutup asnaf-asnaf lain, bilamana diperlukan. Hadits-hadits yang mereka kemukakan, menunjukkan bahwa maksud utama dari zakat adalah mencukupkan orang-orang fakir di Hari Raya itu saja, sehingga mendahulukan mereka, jika mereka ada. Tetapi ini tidak mencegah diberikannya kepada kelompok lain, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan, sebagaimana penjelasan Nabi tentang zakat harta, bahwa zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang fakirnya. Rasulullah saw tidak melarang, zakat itu diberikan kepada asnaf lainnya, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat Qur’an Surat At-Taubah ayat 60 itu.
Jelaslah pendapat yang saya pilih adalah mendahulukan orang-orang yang fakir daripada yang lain, kecuali karena suatu kebutuhan dan kemaslahatan yang dibenarkan ajaran Islam.
Menurut pendapat yang sahih, yang dipegang oleh sebagian besar fuqaha, bahwa bagi seorang Muslim boleh menyerahkan zakat fitrahnya pada seorang atau beberapa orang miskin, sebagaimana beoleh orang banyak meneyrahkan zakat fitrah kepada seorang miskin, karena tidak ada alasan yang memperincinya. (Al-Bahr, jilid 2, hal. 197)
Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat Fitrah
Orang-orang Fakir di Daerahnya adalah Lebih Utama
Apa yang kita kemukakan tentang pemindahan zakat harta, kita kemukakan pula disini, yaitu bahwa pokoknya zakat fitrah itu harus dibagikan di daerah kewajibannya, yaitu daerah orang yang nengeluarkan zakat. San karean zakat fitrah itu, terutama ditunjukkkan untuk pemenuhan kebutuhan yang cepat pada kondisi tetentu, yaitu pada Hari Raya, maka yang lebih utama tentu adalah tetangga dan penduduk setempat. Kecuali didaerah itu tidak ada orang fakir, maka dipindahakan ke daerah tetangga, sebagaimana pendapat golongal Milikiah.
Dikemukakan al-Bahr: dimakruhkan memberikan zakat fitrah kepada fakir daerah lain, kecuali dengan tujuan lebih uatama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar